DPR Bahas Revisi KUHAP, Komisi II Ambil Sikap Efisiensi

Perubahan kitab undang-undang hukum acara pidana menjadi topik hangat di ruang rapat. Pembaruan ini bertujuan meningkatkan sistem peradilan yang lebih adil dan transparan.
Ketua Komisi III menyatakan pentingnya menampung masukan dari berbagai pihak. Sebanyak 29 organisasi masyarakat telah memberikan kontribusi pemikiran untuk penyempurnaan aturan.
Target implementasi ditetapkan mulai Januari 2026. Hal ini disesuaikan dengan harmonisasi undang-undang hukum pidana terbaru yang telah berlaku.
Proses pembahasan dilakukan melalui rapat terbuka untuk menjamin akuntabilitas. Pasal 624 UU No.1/2023 menjadi dasar hukum penetapan timeline perubahan tersebut.
Pembahasan Revisi KUHAP oleh DPR
Proses pembaruan hukum pidana sedang berjalan intensif di tingkat legislatif. Komisi III DPR menggelar serangkaian rapat dengar pendapat dengan pakar dan organisasi masyarakat untuk menyempurnakan rancangan.
Jadwal pembahasan sangat padat, dengan hanya 2-3 pertemuan tersisa sebelum akhir masa sidang. Strategi yang digunakan meliputi:
- Rapat internal untuk konsolidasi masukan.
- Konsultasi publik melalui rapat dengar pendapat.
- Harmonisasi dengan undang-undang terkait.
Berikut tahapan proses legislatif yang sedang dilalui:
| Tahap | Deskripsi | Target Waktu |
|---|---|---|
| Pengumpulan Masukan | Menerima usulan dari 29 organisasi masyarakat | Oktober 2023 |
| Pembahasan Internal | Analisis oleh Komisi III DPR dan tim ahli | November 2023 |
| Pengesahan | Voting di sidang paripurna | Desember 2023 |
Respons terhadap kritik soal percepatan proses dijelaskan secara teknis. Pembahasan ini diharapkan menghasilkan aturan yang lebih adil dan transparan.
Masukan Masyarakat dalam Penyusunan RUU KUHAP

Penyusunan rancangan undang-undang ini melibatkan partisipasi aktif dari berbagai kalangan. Berbagai organisasi masyarakat turut memberikan kontribusi pemikiran untuk menyempurnakan aturan.
Peran 29 Organisasi dalam Penyempurnaan Aturan
Sebanyak 29 lembaga terlibat dalam memberikan masukan untuk penyusunan RUU ini. Beberapa di antaranya adalah YLBHI, ICJR, dan asosiasi organisasi advokat ternama.
Mekanisme pengajuan saran dilakukan melalui dua cara:
- Saluran formal seperti rapat dengar pendapat
- Platform digital untuk memudahkan partisipasi
Topik utama yang banyak dibahas meliputi perlindungan HAM dan transparansi proses hukum. Komisi III mencatat semua usulan untuk ditindaklanjuti.
Jadwal Implementasi Hingga 2026
Target penerapan aturan baru ditetapkan mulai Januari 2026. Waktu tiga tahun digunakan untuk persiapan menyeluruh.
Beberapa tahapan penting dalam implementasi:
- Sinkronisasi dengan KUHP baru sesuai UU No.1/2023
- Pelatihan aparat penegak hukum
- Sosialisasi ke masyarakat luas
Periode transisi ini diharapkan bisa meminimalisir gangguan dalam sistem peradilan. Semua pihak diajak bekerja sama untuk suksesnya penerapan aturan baru.
Kritik dan Kekhawatiran dari Pakar Hukum

Para ahli hukum mengungkapkan sejumlah catatan kritis terhadap draf terbaru. Masyarakat sipil dan akademisi menyoroti beberapa isu hukum yang perlu diperhatikan sebelum disahkan.
Risiko Ketergesaan dalam Pembahasan
Erasmus Napitupulu dari ICJR memperingatkan tentang risiko ketergesaan. Menurutnya, waktu 2-3 rapat tersisa dinilai kurang memadai untuk membahas kompleksitas hukum pidana.
Data menunjukkan 47 kasus penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum dalam 5 tahun terakhir. Ini menjadi dasar argumen perlunya pengawasan lebih ketat.
Poin-Poin Masalah dalam RUU KUHAP
YLBHI mengidentifikasi 9 masalah kritis dalam draf saat ini. Dua yang paling banyak diperdebatkan:
- Pembatasan peran advokat dalam proses penyidikan
- Mekanisme restorative justice yang rentan disalahgunakan
Isnur dari LBH Jakarta menambahkan, “Pasal tentang sidang elektronik perlu dikaji ulang. Teknologi harus mendukung, bukan mengurangi hak terdakwa.”
Sebagai perbandingan, sistem di Malaysia dan Singapura telah menerapkan safeguard khusus. Masukan ini sedang dipertimbangkan oleh tim perumus.
Mekanisme pengawasan yudisial menjadi solusi yang ditawarkan untuk mengatasi isu hukum yang muncul. Rencananya akan ada lembaga independen yang memantau implementasi.
Kesimpulan
Pembaruan sistem hukum pidana melalui RUU ini menekankan pentingnya kepastian hukum dan keadilan. Proses ini melibatkan berbagai pihak untuk memastikan aturan baru bisa bekerja efektif.
Kolaborasi antara Komisi III DPR, pakar, dan masyarakat menjadi kunci sukses perubahan. Evaluasi berkala setelah 2026 diperlukan untuk memantau dampak perubahan.
Peran aktif lembaga penegak hukum dan partisipasi publik akan menentukan keberhasilan implementasi. Prinsip keadilan harus menjadi pondasi utama reformasi hukum acara pidana ini.
Dengan pendekatan komprehensif, diharapkan tercipta kitab undang-undang yang lebih responsif terhadap kebutuhan zaman. Semua pihak diajak mendukung proses penyempurnaan ini.

